Indonesian Corruption Watch (ICW) mencium penerbitan serial buku SBY beraroma korupsi. Ada dua titik rawan di tingkat Dinas Pendidikan setempat dan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas).
Hal tersebut dikemukakan Kordinator Monitoring Kebijakan Publik ICW Ade Irawan pada jumpa pers bersama Koalisi Pendidikan dan Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGK) di kantor ICW, Jakarta, Kamis (27/1).
Menurut Ade Irawan dalam teknis penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan pihak Kemendiknas dan dinas pendidikan merupakan dua pihak yang paling bertanggungjawab dalam pengadaan dan distribusi buku.Pasalnya, Kemendiknas yang menentukan dan kriteria merekomendasian buku serta dinas pendidikan yang membuat tim untuk melakukan pengadaan.
"Berdasarkan hasil riset ICW dalam proses pengadaan barang pada program DAK pendidikan mekanisme seperti itu sangat mudah untuk dimanipulasi. Spesifikasi buku bisa disesuaikan dengan penerbit rekanan atau panitia pengadaan yang dapat dilakukan secara kongkalingkong dengan penerbit untuk memperoleh fee," papar Ade Irawan didampingi Retno Listyarti dari FMGJ, Bambang Wisudo dan Lody Paat dari Koalisi Pendidikan.
Mereka juga mendesak buku SBY ditarik dari peredaran mengingat telah terjadi politisasi pendidikan dan upaya pencitraan. "Telah terjadi propaganda dan kultus individu yang menyerupai era orde baru," kata Retno Lityarti.
Dahulu, kata Retno, pemimpin orde baru mantan Presiden Soeharto melakukan hal sama menerbitkan buku berseri pencitraan.Ia mengingatkan DAK 2010 melaluii buku SBY ini melakukan pemborosan uang negara yang tidak mendidik karena ironis dengan masih banyaknya sekolah yang rusak, buku teks mahal serta rakyat yang miskin. "Jadi buku SBY ini tidak masuk kategori pengayaan apalagi bernilai tinggi," tandasnya.
Retno juga menyerukan organisasi guru, dan pihak sekolah mengkritisi keadaan ini tidak membiarkan pemerintah melakukan pembodohan dan pencitraan politik semaunya.
Lody Paat dan Bambang Wisudo menilai kebijakan kemendiknas dan dinas pendidikan menerbitkan buku SBY yang bernuansa politis menjadikan sekolah sebagai objek belaka. "Ini merupakan kesemrawutan program Kemendiknas yang tidak tahu arah dan menjadikan sekolah sebagai objek pembodohan," pungkas Lody
Hal tersebut dikemukakan Kordinator Monitoring Kebijakan Publik ICW Ade Irawan pada jumpa pers bersama Koalisi Pendidikan dan Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGK) di kantor ICW, Jakarta, Kamis (27/1).
Menurut Ade Irawan dalam teknis penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan pihak Kemendiknas dan dinas pendidikan merupakan dua pihak yang paling bertanggungjawab dalam pengadaan dan distribusi buku.Pasalnya, Kemendiknas yang menentukan dan kriteria merekomendasian buku serta dinas pendidikan yang membuat tim untuk melakukan pengadaan.
"Berdasarkan hasil riset ICW dalam proses pengadaan barang pada program DAK pendidikan mekanisme seperti itu sangat mudah untuk dimanipulasi. Spesifikasi buku bisa disesuaikan dengan penerbit rekanan atau panitia pengadaan yang dapat dilakukan secara kongkalingkong dengan penerbit untuk memperoleh fee," papar Ade Irawan didampingi Retno Listyarti dari FMGJ, Bambang Wisudo dan Lody Paat dari Koalisi Pendidikan.
Mereka juga mendesak buku SBY ditarik dari peredaran mengingat telah terjadi politisasi pendidikan dan upaya pencitraan. "Telah terjadi propaganda dan kultus individu yang menyerupai era orde baru," kata Retno Lityarti.
Dahulu, kata Retno, pemimpin orde baru mantan Presiden Soeharto melakukan hal sama menerbitkan buku berseri pencitraan.Ia mengingatkan DAK 2010 melaluii buku SBY ini melakukan pemborosan uang negara yang tidak mendidik karena ironis dengan masih banyaknya sekolah yang rusak, buku teks mahal serta rakyat yang miskin. "Jadi buku SBY ini tidak masuk kategori pengayaan apalagi bernilai tinggi," tandasnya.
Retno juga menyerukan organisasi guru, dan pihak sekolah mengkritisi keadaan ini tidak membiarkan pemerintah melakukan pembodohan dan pencitraan politik semaunya.
Lody Paat dan Bambang Wisudo menilai kebijakan kemendiknas dan dinas pendidikan menerbitkan buku SBY yang bernuansa politis menjadikan sekolah sebagai objek belaka. "Ini merupakan kesemrawutan program Kemendiknas yang tidak tahu arah dan menjadikan sekolah sebagai objek pembodohan," pungkas Lody
Tidak ada komentar:
Posting Komentar