Sebanyak 21 jemaah Ahmadiyah yang tengah bersilaturahmi di rumah Ustadz Suparman di Cikeusik, Banten, tiba-tiba diserang secara brutal oleh sekelompok orang, Minggu, 6 Februari 2011. Akibatnya tiga warga Ahmadiyah meninggal secara mengenaskan--bukan empat seperti diberitakan sebelumnya. Tujuh jemaah lainnya luka parah.
Ketiga jamaah meninggal setelah dianiaya menggunakan senjata tajam. Mereka adalah Rony, Yudi, dan Tarno. Tarno merupakan pemuda asal Cikeusik yang belum lama ini masuk Ahmadiyah. Para korban dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Pandeglang.
Bagaimana kronologi penyerangan brutal itu, diungkapkan Ustadz Abdul Rahmin, salah satu saksi mata yang juga ikut dibacok, kepadaVIVAnews.com.
Sejak pagi, 21 warga Ahmadiyah itu telah berkumpul di rumah Ustadz Suparman. Saat segerombolan orang datang menyerang, Suparman dan keluarganya, kata Ustadz Abdul Rahmin, telah meninggalkan rumah dan mengungsi ke Pandeglang, karena sebelumnya telah mendengar kabar penyerbuan itu.
“Jadi, waktu itu kami hanya silaturahmi saja di sana. Tidak ada kegiatan apa-apa,” kata Ustadz Abdul.
Saat mereka berkumpul, mereka sudah dikabari oleh polisi setempat bahwa rumah ini akan didatangi massa. Saat mendengar informasi itu, jamaah minta agar polisi menjaga keselamatan mereka.
Benar saja. Sekitar pukul 10.45 WIB, massa berdatangan. Ustadz Abdul melihat polisi yang berjaga-jaga di sekitar rumah kewalahan. “Polisi sudah berjaga-jaga, tapi, tidak seimbang dan terdesak. Saya kaget, kami panik. Mereka langsung menyerbu. Mereka bawa golok,” kata Ustadz Abdul.
Jemaah Ahmadiyah sempat memberi perlawanan, antara lain dengan melemparkan benda seadanya. Sebagian lain pasrah dan hanya berdoa. Tapi upaya mereka tidak meredakan kemarahan penyerang. Mereka makin membabi buta. Jemaah Ahmadiyah tak berdaya.
“Saya sempat mengevakuasi teman saya. Saya sempat menghadang mereka (penyerang),” kata Ustadz Abdul.
Ketiga jamaah meninggal setelah dianiaya menggunakan senjata tajam. Mereka adalah Rony, Yudi, dan Tarno. Tarno merupakan pemuda asal Cikeusik yang belum lama ini masuk Ahmadiyah. Para korban dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Pandeglang.
Bagaimana kronologi penyerangan brutal itu, diungkapkan Ustadz Abdul Rahmin, salah satu saksi mata yang juga ikut dibacok, kepadaVIVAnews.com.
Sejak pagi, 21 warga Ahmadiyah itu telah berkumpul di rumah Ustadz Suparman. Saat segerombolan orang datang menyerang, Suparman dan keluarganya, kata Ustadz Abdul Rahmin, telah meninggalkan rumah dan mengungsi ke Pandeglang, karena sebelumnya telah mendengar kabar penyerbuan itu.
“Jadi, waktu itu kami hanya silaturahmi saja di sana. Tidak ada kegiatan apa-apa,” kata Ustadz Abdul.
Saat mereka berkumpul, mereka sudah dikabari oleh polisi setempat bahwa rumah ini akan didatangi massa. Saat mendengar informasi itu, jamaah minta agar polisi menjaga keselamatan mereka.
Benar saja. Sekitar pukul 10.45 WIB, massa berdatangan. Ustadz Abdul melihat polisi yang berjaga-jaga di sekitar rumah kewalahan. “Polisi sudah berjaga-jaga, tapi, tidak seimbang dan terdesak. Saya kaget, kami panik. Mereka langsung menyerbu. Mereka bawa golok,” kata Ustadz Abdul.
Jemaah Ahmadiyah sempat memberi perlawanan, antara lain dengan melemparkan benda seadanya. Sebagian lain pasrah dan hanya berdoa. Tapi upaya mereka tidak meredakan kemarahan penyerang. Mereka makin membabi buta. Jemaah Ahmadiyah tak berdaya.
“Saya sempat mengevakuasi teman saya. Saya sempat menghadang mereka (penyerang),” kata Ustadz Abdul.
“Umat Islam dilarang menganiaya orang yang sudah teraniaya!” teriak Ustadz Abdul kepada penyerang. “Saya berupaya meredakan semampuan saya.”
Tapi, upaya Ustadz Abdul sia-sia saja. Massa terus mengamuk. “Akhirnya kami terdesak ke belakang, ke sawah. Di situlah kami dihajar. Tidak manusiawi.”
Ustad Abdul tidak mampu berbuat apa-apa lagi. Dia sendiri ikut terluka. Jemaah kocar-kacir.
Tak lama setelah penyerangan berhenti, jemaah Ahmadiyah yang terluka segera dibawa ke rumah sakit. “Sampai sekarang yang belum ketemu sekitar 10 orang. Mereka kocar-kacir semua. Ngeri melihat kejadian itu,” kata Ustadz Abdul, dengan nada gemetar. (kd)
Tapi, upaya Ustadz Abdul sia-sia saja. Massa terus mengamuk. “Akhirnya kami terdesak ke belakang, ke sawah. Di situlah kami dihajar. Tidak manusiawi.”
Ustad Abdul tidak mampu berbuat apa-apa lagi. Dia sendiri ikut terluka. Jemaah kocar-kacir.
Tak lama setelah penyerangan berhenti, jemaah Ahmadiyah yang terluka segera dibawa ke rumah sakit. “Sampai sekarang yang belum ketemu sekitar 10 orang. Mereka kocar-kacir semua. Ngeri melihat kejadian itu,” kata Ustadz Abdul, dengan nada gemetar. (kd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar