Pakar hukum dari Universitas Indonesia Margarito mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi segera menjelaskan konstruksi hukum atas penahanan sejumlah mantan anggota DPR terkait tuduhan suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom.
"Konstruksi hukum yang dilakukan KPK dengan menjerat mantan anggota DPR periode 1999-2004 itu memang sudah tidak menggunakan pendekatan hukum. Kalau tuduhannya menerima penyuapan, kenapa pemberi suap tidak ditahan. Saya tidak mengerti konstruksi hukum macam apa yang dilakukan KPK. Celakanya pengadilan Tipikor justru membenarkan konstruksi hukum itu," katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (3/2).
Menurut Margarito, KPK harus segera menjelaskan kepada publik secara jujur bahwa konstruksi hukum yang dilakukan sesuai dengan fakta-fakta hukum, bukan atas dasar intervensi kekuasaan.
Apalagi, tambahnya, dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tersebut sudah ada empat tersangka yang divonis pengadilan, sekalipun dalam persidangan tersebut KPK telah gagal menghadirkan pemberi suap.
"Terlepas ada tidaknya penyuapan dalam kasus tersebut, KPK seharusnya menjunjung tinggi asas persamaan hak di hadapan hukum atau equality before the law. Jika tidak, wajar saja bila ada yang beranggapan penahanan itu bagian dari politisasi hukum yang dilakukan lembaga penegak hukum seperti yang dilakukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dalam kasus Gayus Tambunan," katanya.
Margarito juga mencontohkan, bila dibandingkan kasus mobil pemadam kebakaran dengan Mirandagate, masih banyak tersangka lain yang saat menjabat justru tidak diproses, termasuk mantan Mendagri Hari Sabarno.
"Persoalannya, apakah kasus Damkar sudah berhenti sampai di situ, jika dibandingkan kasus Mirandagate yang melibatkan politisi parpol. Fakta ini semakin membuktikan kinerja KPK memang by design, bukan tebang pilih lagi," kata Margarito.
Menurut Margarito, inkonsistensi penegakan hukum yang dilakukan KPK justru akan merusak. Menjawab apakah kasus ini memang sarat politisasi hukum, Margarinto mengatakan bahwa dirinya hanya praktisi hukum, bukan orang politik. "Kita memang tak bisa membantah bahwa kasus ini memang sarat dengan persoalan politik atau sudah terjadi politisasi hukum yang sengaja dilakukan untuk merusak kredibilitas para politisi," katanya.
Karena itu, tambah Margarito, wajar saja bila para politisi mengatakan kasus ini memang tak bisa dipisahkan dengan persoalan politik, apalagi yang ditahan itu para politisi parpol.
"Konstruksi hukum yang dilakukan KPK dengan menjerat mantan anggota DPR periode 1999-2004 itu memang sudah tidak menggunakan pendekatan hukum. Kalau tuduhannya menerima penyuapan, kenapa pemberi suap tidak ditahan. Saya tidak mengerti konstruksi hukum macam apa yang dilakukan KPK. Celakanya pengadilan Tipikor justru membenarkan konstruksi hukum itu," katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (3/2).
Menurut Margarito, KPK harus segera menjelaskan kepada publik secara jujur bahwa konstruksi hukum yang dilakukan sesuai dengan fakta-fakta hukum, bukan atas dasar intervensi kekuasaan.
Apalagi, tambahnya, dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tersebut sudah ada empat tersangka yang divonis pengadilan, sekalipun dalam persidangan tersebut KPK telah gagal menghadirkan pemberi suap.
"Terlepas ada tidaknya penyuapan dalam kasus tersebut, KPK seharusnya menjunjung tinggi asas persamaan hak di hadapan hukum atau equality before the law. Jika tidak, wajar saja bila ada yang beranggapan penahanan itu bagian dari politisasi hukum yang dilakukan lembaga penegak hukum seperti yang dilakukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dalam kasus Gayus Tambunan," katanya.
Margarito juga mencontohkan, bila dibandingkan kasus mobil pemadam kebakaran dengan Mirandagate, masih banyak tersangka lain yang saat menjabat justru tidak diproses, termasuk mantan Mendagri Hari Sabarno.
"Persoalannya, apakah kasus Damkar sudah berhenti sampai di situ, jika dibandingkan kasus Mirandagate yang melibatkan politisi parpol. Fakta ini semakin membuktikan kinerja KPK memang by design, bukan tebang pilih lagi," kata Margarito.
Menurut Margarito, inkonsistensi penegakan hukum yang dilakukan KPK justru akan merusak. Menjawab apakah kasus ini memang sarat politisasi hukum, Margarinto mengatakan bahwa dirinya hanya praktisi hukum, bukan orang politik. "Kita memang tak bisa membantah bahwa kasus ini memang sarat dengan persoalan politik atau sudah terjadi politisasi hukum yang sengaja dilakukan untuk merusak kredibilitas para politisi," katanya.
Karena itu, tambah Margarito, wajar saja bila para politisi mengatakan kasus ini memang tak bisa dipisahkan dengan persoalan politik, apalagi yang ditahan itu para politisi parpol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar