Selasa, 08 Februari 2011

Kasus Ahmadiyah Pertaruhan Kredibilitas Polri di Mata Dunia

Polisi mengaku masih terus mengusut kasus penyerbuan warga ke jemaat Ahmadiyah di Desa Cikeusik, Pandeglang, Banten. Polisi diminta untuk bertindak cepat menyelesaikannya karena mata dunia memantau persoalan ini.

"Kasus ini menjadi pertaruhan bagi Polri di dunia internasional," ujar aktivis dari Indonesian Police Watch (IPW) Johnson Panjaitan kepada detikcom, Selasa (8/2/2011).

Jika polisi tidak bisa menangkap pelaku kekerasan ini, kepercayaan masyarakat terhadap polisi akan semakin berada di titik paling rendah. "Sudah tidak ada lagi tempat yang aman di negeri ini, warga harus percaya siapa?" katanya.

Bukan hanya itu saja, Johnson juga menyentil sikap kepemimpinan Presiden SBY. Presiden diminta bisa mendorong polisi dan menjadi pemimpin untuk bangsa.

Yang menyedihkan, penyerangan itu terjadi saat pembukaan acara 'Pekan Kerukunan Antarumat Beragama Sedunia' di Gelora Bung Karno. Ratusan tokoh lintas agama dan sejumlah pejabat negara datang menghadiri kampanye toleransi ini.

"Kepemimpinan presiden juga dipertaruhkan dalam kasus ini," tandasnya.

Minggu (6/2) lalu, massa menggerebek rumah jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang. Kronologi kejadian masih banyak versi. Hanya saja, akibat bentrok tersebut, 3 orang tewas dan 5 orang luka parah. Polisi sudah menangkap tiga orang yang diduga kuat sebagai pelaku penyerangan.

Peristiwa tersebut merupakan kali kesekian setelah berbagai peristiwa kekerasan menimpa penganut Ahmadiyah seperti di Kuningan dan Nusa Tenggara Barat (NTB)-Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pemerintah telah mengeluarkan SKB Menag, Mendagri, dan Jaksa Agung pada 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat. Isinya adalah:

Kesatu:
Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran itu.

Kedua:
Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI sepanjang mengaku beragama Islam untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam, yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.

Ketiga:
Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu dan diktum kedua dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.

Keempat:
Memberi peringatan dan memerintahkan warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI.

Kelima:
Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu dan diktum keempat dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Keenam:
Memerintahkan aparat pemerintah dan pemerintah daerah melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama ini. Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan di Jakarta pada 9 Juni 2008. Menteri Agama, Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri

Pada tahun 2008, pimpinan Ahmadiyah juga pernah meneken 12 kesepakatan yang salah satu isinya adalah mengakui Nabi Muhammad sebagai rasul terakhir, sebagaimana ajaran Islam yang berlaku. Namun setelah 3 bulan pemantauan, Ahmadiyah tidak menaati kesepakatan itu dengan tetap meyakini Mirza Ghulam sebagai nabi terakhir. Ahmadiyah juga menolak untuk menanggalkan keislamannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar