Rabu, 09 Februari 2011

Negara Dinilai Melakukan Pembiaran

Negara dinilai melakukan pembiaran tindak kekerasan dalam kasus bentrokan antara warga dengan jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandenglang, Banten dan perusakan gereja di Temanggung, Jawa Tengah.

Kekerasan atas nama agama kembali terjadi di Temanggung. Massa melakukan perusakan terhadap 3 gereja. Kekerasan ini terjadi selang dua hari setelah bentrokan antara warga dan jemaah Ahmadiyah di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten, pada Minggu (6/2).

Para aktivis kerukunan beragama menuding negara telah melakukan pelanggaran HAM dengan pembiaran atas aksi kekerasan.

Anggota Badan Pekerja Lintas Agama Romo Benny Susetyo mengungkapkan bahwa aksi kekerasan yang terjadi di Pandeglang dan Temanggung memiliki modus yang sama dengan aksi kekerasan di Situbondo pada 1996.

"Kasus ini sama dengan kekerasan di Situbondo terhadap kiai pada 1996. Semua kejadian itu meletus di lokasi yang jauh dan dilakukan orang-orangnya misterius. Ini tidak boleh dibiarkan," tegasnya dalam jumpa pers di kantor Wahid Institute, Jakarta, Selasa (8/2).

Ia menyatakan pemerintah harus bertindak tegas untuk menuntaskan aksi kekerasan atas nama agama. Sejauh ini, menurutnya, aksi kekerasan atas nama agama tidak pernah diselesaikan secara tuntas. Akibatnya pelaku kekerasan merasa kebal terhadap hukum dan mengulang aksi.

Ketua Badan Pekerja Setara Institute Hendardi menyayangkan reaksi yang dikeluarkan pemerintah, yang cenderung mempersalahkan jemaah Ahmadiyah dalam peristiwa di Pandeglang.

"Ini revictimisasi, mereka melempar tanggung jawab yang seharusnya diemban oleh aparat negara," ujarnya.

Menurutnya, polisi justru membiarkan aksi kekerasan itu. Polisi justru mengalihkan permasalahan ini pada Surat Keputusan Bersama 3 Menteri yang mengatur mengenai Ahmadiyah.

Direktur Wahid Institute Yenny Zannuba Wahid mengungkapkan aksi kekerasan ini telah terjadi berulang kali. Menurutnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus melakukan tindakan tegas untuk melindungi masyarakat dari aksi kekerasan.

"Kepolisian harus melakukan tindakan sesuai dengan tugasnya, bukan melakukan klarifikasi saja. Presiden harus memberikan perintah tegas," jelasnya.

Praktisi Hukum Todung Mulya Lubis juga mengecam tindakan pemerintah yang tidak sigap. Intelijen kepolisian tidak berfungsi dengan baik dalam melakukan fungsi preventif.

"Polisi tidak memberikan tindakan cerdas. Harusnya masalah ini dapat dicegah melalui intelijen. Saya kehilangan kepercayaan pada polisi," tuturnya.

Todung mengancam mengadukan pelanggaran HAM tersebut ke tingkat regional dan internasional. Menurutnya pemerintah tidak memiliki hasrat penegakan HAM.

Sedangkan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi menyatakan aksi kekerasan yang terjadi beruntun membuktikan lemahnya kepemimpinan Presiden Yudhoyono. Presiden gagal menjamin kesejahteraan dan ketentraman kehidupan masyarakat.

"Pemerintah selalu absen ketika masyarakat membutuhkan. Ini menjadi kebiasaan pemerintahan SBY," tegasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar