Kekerasan yang mengatasnamakan agama lagi-lagi pecah di Indonesia. Dua insiden terakhir yaitu penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah Cikeusik dan gereja di Temanggung diduga saling terkait dan teroganisir.
Insiden ini tidak lepas dari tanggung jawab Presiden SBY sebagai kepala negera. Sebagai bentuk tanggung jawabnya, Presiden diminta mengganti Menteri Agama Suryadharma Ali yang dianggap gagal menciptakan keharmonisan antar umat beragama.
"Maraknya kekerasan berbasis agama adalah indikator kegagalan menciptakan dan menjaga iklim toleransi yang menjadi tugas pemerintah," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Erna Ratnaningsih dalam rilisnya yang diterima detikcom, Rabu (9/2/2011).
Bagi YLBHI, tindakan main hakim sendiri ini jelas mengebiri hak asasi manusia (HAM). Hukum dianggap telah mati dan tidak berfungsi terhadap para pelaku kekerasan yang berdalih agama.
"Kejadian seperti ini sudah sejak tahun 2001, aksi kekerasa massa seakan memiliki impunitas terhadap hukum ini telah mengebiri HAM, yaitu hak untuk hidup, hak untuk berdiam diri di suatu tempat dengan aman," ujarnya.
Insiden ini jelas merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan seseorang. Berkaca dari peristiwa itu, tidak hanya Menag yang harus dicopot dari jabatannya, aparat penegak hukum juga tidak bisa lagi menganggap ini persoalan sepele.
"Kami mendesak kepada Polri untuk melakukan pengamanan secara maksimal terhadap daerah rawan kekerasan berbasis agama seluruh wilayah Indonesia," katanya.
Kekerasan seperti ini harus segera diusut tuntas. Polri diharapkan tidak tebang pilih menindak pelaku tanpa memandang asalnya.
"Polri juga harus mengusut tuntas peristiwa ini. Tangkap dan proses secara hukum para pelakunya secara dengan transparan dan adil tanpa pandang bulu dan kelompok," tandasnya.
Insiden ini tidak lepas dari tanggung jawab Presiden SBY sebagai kepala negera. Sebagai bentuk tanggung jawabnya, Presiden diminta mengganti Menteri Agama Suryadharma Ali yang dianggap gagal menciptakan keharmonisan antar umat beragama.
"Maraknya kekerasan berbasis agama adalah indikator kegagalan menciptakan dan menjaga iklim toleransi yang menjadi tugas pemerintah," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Erna Ratnaningsih dalam rilisnya yang diterima detikcom, Rabu (9/2/2011).
Bagi YLBHI, tindakan main hakim sendiri ini jelas mengebiri hak asasi manusia (HAM). Hukum dianggap telah mati dan tidak berfungsi terhadap para pelaku kekerasan yang berdalih agama.
"Kejadian seperti ini sudah sejak tahun 2001, aksi kekerasa massa seakan memiliki impunitas terhadap hukum ini telah mengebiri HAM, yaitu hak untuk hidup, hak untuk berdiam diri di suatu tempat dengan aman," ujarnya.
Insiden ini jelas merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan seseorang. Berkaca dari peristiwa itu, tidak hanya Menag yang harus dicopot dari jabatannya, aparat penegak hukum juga tidak bisa lagi menganggap ini persoalan sepele.
"Kami mendesak kepada Polri untuk melakukan pengamanan secara maksimal terhadap daerah rawan kekerasan berbasis agama seluruh wilayah Indonesia," katanya.
Kekerasan seperti ini harus segera diusut tuntas. Polri diharapkan tidak tebang pilih menindak pelaku tanpa memandang asalnya.
"Polri juga harus mengusut tuntas peristiwa ini. Tangkap dan proses secara hukum para pelakunya secara dengan transparan dan adil tanpa pandang bulu dan kelompok," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar