Mantan Sekjen PDIP Pramono Anung menegaskan, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri sama sekali tak mengetahui ihwal cek perjalanan terkait kasus suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004.
"Dalam konteks ini, Bu Mega tak tahu sama sekali (ada cek perjalanan)," kata Pramono di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin 21 Februari 2011.
Megawati hari ini sedianya dipanggil KPK sebagai saksi meringankan atas tersangka kasus suap itu. Namun mantan Presiden RI itu memilih tidak menghadiri panggilan KPK. Mega diwakili tim hukum PDIP, antara lain Trimedya Panjaitan dan Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo.
"Secara hukum, Ibu Mega tak mesti hadir di KPK karena ia adalah saksi a de charge (meringankan), bukan saksi ahli," ujar Ketua Departemen Hukum DPP PDIP, Gayus Topane Lumbuun.
Pramono menyatakan, PDIP sudah berkoordinasi dengan KPK terkait pemanggilan Megawati. PDIP baru tahu ternyata pemanggilan Megawati ini karena keinginan satu tersangka, bukan dua.
"Jadi hanya Max Moein yang meminta Ibu Mega sebagai saksi meringankan. Sebagai saksi meringankan, (Megawati) bisa datang, bisa tidak," jelas Wakil Ketua DPR ini.
Sebelumnya, KPK mengatakan bahwa Megawati dipanggil atas permintaan dua tersangka, yaitu Max Moein dan Poltak Sitorus. Keduanya adalah anggota DPR dari Fraksi PDIP periode 1999-2004 – saat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI digelar di Komisi XI DPR.
Namun belakangan Poltak mengatakan, ia tidak pernah meminta Megawati menjadi saksi meringankan atas dirinya. "Saya hanya menyebut Pak Tjahjo Kumolo saja, karena kapsitasnya sebagai Ketua Fraksi," ujar Poltak, Minggu 20 Februari 2011 kemarin.
Pramono kembali menjelaskan, saat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004 silam, PDIP memang memutuskan untuk mendukung Miranda Swaray Goeltom. "Tapi partai baru tahu ada travel cheque setelah diungkap oleh Agus Chondro pada tahun 2008," kata dia. Agus Chondro sendiri saat ini sudah berada dalam tahanan.
Secara terpisah, pengacara Max Moein, Petrus Selestinus, menyayangkan sikap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menolak menghadiri panggilan KPK. "Ketua umum partai besar kok takut?” katanya kepada VIVAnews.com. Ia mengatakan, Megawati memegang posisi penting ketika terjadi kasus suap cek perjalanan itu.
"Beliau waktu itu menjabat sebagai presiden, dan ketua umum partai. Sebagai Presiden, beliau yang mengusulkan tiga nama calon Deputi Gubernur Senior BI (kepada DPR). Sebagai Ketua Umum PDIP, beliau yang memerintahkan kepada fraksi untuk memilih Miranda. Anggota yang melawan dan tidak memilih Miranda, bahkan diancam diberi sanksi pemecatan," ujar Petrus.
"Dalam konteks ini, Bu Mega tak tahu sama sekali (ada cek perjalanan)," kata Pramono di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin 21 Februari 2011.
Megawati hari ini sedianya dipanggil KPK sebagai saksi meringankan atas tersangka kasus suap itu. Namun mantan Presiden RI itu memilih tidak menghadiri panggilan KPK. Mega diwakili tim hukum PDIP, antara lain Trimedya Panjaitan dan Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo.
"Secara hukum, Ibu Mega tak mesti hadir di KPK karena ia adalah saksi a de charge (meringankan), bukan saksi ahli," ujar Ketua Departemen Hukum DPP PDIP, Gayus Topane Lumbuun.
Pramono menyatakan, PDIP sudah berkoordinasi dengan KPK terkait pemanggilan Megawati. PDIP baru tahu ternyata pemanggilan Megawati ini karena keinginan satu tersangka, bukan dua.
"Jadi hanya Max Moein yang meminta Ibu Mega sebagai saksi meringankan. Sebagai saksi meringankan, (Megawati) bisa datang, bisa tidak," jelas Wakil Ketua DPR ini.
Sebelumnya, KPK mengatakan bahwa Megawati dipanggil atas permintaan dua tersangka, yaitu Max Moein dan Poltak Sitorus. Keduanya adalah anggota DPR dari Fraksi PDIP periode 1999-2004 – saat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI digelar di Komisi XI DPR.
Namun belakangan Poltak mengatakan, ia tidak pernah meminta Megawati menjadi saksi meringankan atas dirinya. "Saya hanya menyebut Pak Tjahjo Kumolo saja, karena kapsitasnya sebagai Ketua Fraksi," ujar Poltak, Minggu 20 Februari 2011 kemarin.
Pramono kembali menjelaskan, saat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004 silam, PDIP memang memutuskan untuk mendukung Miranda Swaray Goeltom. "Tapi partai baru tahu ada travel cheque setelah diungkap oleh Agus Chondro pada tahun 2008," kata dia. Agus Chondro sendiri saat ini sudah berada dalam tahanan.
Secara terpisah, pengacara Max Moein, Petrus Selestinus, menyayangkan sikap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menolak menghadiri panggilan KPK. "Ketua umum partai besar kok takut?” katanya kepada VIVAnews.com. Ia mengatakan, Megawati memegang posisi penting ketika terjadi kasus suap cek perjalanan itu.
"Beliau waktu itu menjabat sebagai presiden, dan ketua umum partai. Sebagai Presiden, beliau yang mengusulkan tiga nama calon Deputi Gubernur Senior BI (kepada DPR). Sebagai Ketua Umum PDIP, beliau yang memerintahkan kepada fraksi untuk memilih Miranda. Anggota yang melawan dan tidak memilih Miranda, bahkan diancam diberi sanksi pemecatan," ujar Petrus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar