Senin, 21 Februari 2011

Apa Jawaban KPK Kepada Utusan Megawati?


 Sejatinya, hari ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terkait kasus dugaan suap cek pelawat. Cek itu keluar ketika pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia yang memenangkan Miranda Gultom. Dua puluhan anggota DPR jadi tersangka dan ditahan KPK.
Max Moein yang saat itu menjadi anggota DPR dari PDI Perjuangan- dan juga jadi tersangka dan ditahan KPK- menegaskan bahwa uang itu masuk ke sekretaris fraksi. Itu sebabnya dia mendesak agar KPK memeriksa Ketua Umum PDI Perjuangan.
Dan hari ini Megawati hanya mengirim dua utusan ke KPK. Mereka datang untuk mempertanyakan relevansi pemanggilan ini. Mereka adalah Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo dan Ketua Bidang Hukum dan HAM PDIP Trimedya Panjaitan.

Juru bicara KPK, Johan Budi SP memastikan bahwa pihaknya sudah siap memberikan penjelasan kepada utusan Megawati itu. Posisi KPK, kata Johan, hanya memfasilitasi keinginan kedua tersangka anggota PDIP, yakni Max Moein dan Poltak Sitorus, untuk  meminta saksi yang dapat meringankan mereka.

Dengan kata lain, Johan Budi melanjutkan, KPK melaksanakan Pasal 65 KUHAP yang menyatakan ‘Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan/atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.’

“Namanya juga diminta tersangka. Terserah saksi, merasa bisa meringankan atau tidak. Terserah ingin datang atau tidak.” katanya.

Secara terpisah, Ketua Departemen Hukum PDIP, Gayus Lumbuun, mengungkapkan bahwa dua utusan Megawati itu rencananya datang ke KPK pukul 11.00 WIB.

Gayus mengatakan bahwa utusan itu akan meminta keterangan dari KPK soal pemanggilan Megawati. Setelah mendapat keterangan, baru nanti ditentukan sikap, apakah Mega akan memenuhi panggilan KPK selanjutnya atau tidak.

Yang pasti, Gayus menambahkan, meski dipanggil sebagai saksi meringankan bagi sejumlah politisi PDIP yang kini masuk penjara, Mega tidak bisa serta merta datang. "Meringankan atau memberatkan, harus ada syarat-syarat yang dipenuhi dulu. Pertama tahu kejadiannya. Kedua, mendengar, dan ketiga mengalami sendiri. Itu mutlak," kata dia.

Namun yang terjadi pada Megawati, kata Gayus, syaratnya tidak terpenuhi, karena dia tidak tahu, tidak mendengar, dan tidak mengalaminya sendiri.  "Saat itu beliau Presiden, memang beliau ketua umum partai, tapi itu (pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia) kan wilayah DPR, bukan wilayahnya saat itu. Yang tahu banyak ya ketua fraksi. Saat itu kan ketua fraksinya Pak Tjahjo, jadi dia yang tahu lebih banyak," kata Gayus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar