Rabu, 02 Februari 2011

DPD Nilai Pemerintah Tak Konsisten Soal DIY


 Pemerintah telah menyerahkan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta ke Senayan. Usai mempelajari, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menemukan indikasi ketidakkonsistenan pemerintah.

Dalam draft RUUK Yogyakarta inisiatif DPD yang diterima VIVAnews.com dari
Pusat Data dan Informasi DPD RI, senator menjabarkan sejumlah persoalan pokok dalam RUUK Yogyakarta versi Pemerintah, salah satunya ketidakkonsistenan.

Pertama, DPD mengomentari pengaturan padal Pasal 1 ayat (8) RUU yang berbunyi: "Peraturan Daerah Istimewa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selanjutnya disebut Perdais, adalah Peraturan Daerah yang dibentuk oleh DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bersama-sama dengan Gubernur dengan persetujuan Gubernur Utama untuk mengatur penyelenggaraan Kewenangan Istimewa."

Menurut DPD, Pemerintah justru menciptakan supremasi lambang yang mereduksi demokrasi karena perdais harus persetujuan Gubernur Utama.

Berlanjut di Pasal 5 ayat (2) draft RUU versi pemerintah yang berbunyi:
Pemerintahan yang demokratis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diwujudkan melalui:
a. pengisian Gubernur secara demokratis;
b. pengisian anggota DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Pemilihan Umum;
c. pembagian kekuasaan antara DPRD, Gubernur dan Wakil Gubernur, dan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama;
d. mekanisme penyeimbang antara Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; dan
e. membuka ruang partisipasi dan kontrol warga masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan dengan memanfaatkan media kebudayaan.

Berikut catatan DPD: "Uraian ini kurang tepat karena keistimewaan kepemimpinan dipersoalkan (huruf a), tapi di sisi lain Sri Sultan diberi peran supremasi sehingga ada ketidakkonsistenan, juga dikatakan sebagai mekanisme penyeimbang antara Pemda dan DPRD (huruf d), tapi ada pengaturan pada bagian lain bahwa ada peraturan daerah yang harus atas persetujuan Gubernur Utama. Jadi disini terdapat hal-hal yang kontradiktif." 
Dalam draft inisiatifnya, DPD pun mempertanyakan desain gubernur sebagai wakil pemerintah pusat namun di disi lain harus tunduk juga kepada Gubernur Utama yang posisinya diperuntukkan bagi Kesultanan.
Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi selaku perwakilan pemerintah menyatakan bahwa mekanisme pengisian Gubernur dan Wakil Gubernur DIY dilakukan dengan pemilihan, bukan penetapan. Meski hal ini mendapat penolakan dari warga Yogyakarta.
Sri Sultan Hamengku Buwono X sendiri masih optimistis pada pembahasan RUUK ini di DPR. "Rencananya DPR akan membentuk pansus dan akan ke Yogya berdialog langsung dengan masyarakat," jelas Sri Sultan. "Ya, kita lihat saja nanti perkembangannya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar